Toyota Production System, sering disingkat menjadi TPS, sudah menjadi pembicaraan akademik dan bahkan telah menghasilkan banyak buku dan karya ilmiah yang membahasnya. Tiga orang dibalik TPS adalah :
Sakichi Toyoda[1] adalah pendiri Toyota Group dan penemu automataed loomworks dimana seorang pekerja dapat menangani lusinan loom dan memberhentikan operasi bila dijumpai masalah. Ini adalah cikal bakal gagasan Jidoka, aneka keahlian pekerja, quality on the spot.
Ketika Toyota Group mulai mengoperasikan pabrik mobil tahun 1930, Kichiro Toyoda[2] putra Sakichi pergi ke Amerika untuk melihat system operasi Henry Ford[3]. Pada saat pulang dia punya segudang ide untuk menerapkan konsep ban berjalan untuk kapasitas produksi kecil sesuai dengan kebutuhan pasar. Inilah inovasi terhadap ban berjalan Henry Ford yang menjadi cikal bakal konsep Pull System dan Heijunka. Inovasi ini memunculkan fenomena Just In Time Production. Maka, istilah Just In Time layak dikaitkan dengan kerja Kichiro.
Taichi Ohno[4] sebelum mengunjungi Amerika sudah bergulat dengan pekerjaannya di machine shop (1940) untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Kemudian dia ke Amerika tahun 1956 untuk benchmarking ke General Motor. Namun, waktunya lebih dia habiskan untuk mempelajari sistem self service supermarket disana yang di Jepang pada saat itu belum ada. Apa yang dia lihat dan pelajari menjadi inspirasi untuk mengembangkan Kanban dan Pull System.
Dari ketiga orang kunci dibelakang Toyota tersebut, tampak bahwa proses dan interaksi serta pemikiran mereka selaras dan saling menyempurnakan. Tiga dekade setelah mereka melakukan inovasi dan belajar dari tempat lain serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi Toyota maka mereka berhasil menciptakan sebuah sistem yang unik dan dikenal dengan Toyota Production System. Sistem ini praktis menjungkirbalikkan pradigma management pada saat itu, misal dalam soal definisi konsumen, Pull System, Inventory, Production Planning and Scheduling, Jidoka, Heijunka, Multiscaled operator.
Berberapa literatur barat memuat sejarah berbeda dari yang dikeluarkan oleh Toyota Motor Corp. Sebagai contoh peran Eiji Toyoda sepupu dan bukan Kichiro Toyoda[5].
Mutual Trust between Employees and Management adalah sistem nilai organisasi yang menjadi dasar bagi perwujudan The Toyota Production System. Tanpa rasa saling percaya, apalagi ada dusta, tidak mungkin pilar Just In Time yang berbasis pada Pull System bisa dibangun, demikian pula dengan Jidoka yang memberi keleluasaan semakin besar kepada karyawan untuk membuat putusan di domain kerjanya. Padahal Quality on the spot yang menghasilkan zero defect muncul dari kontribusi kedua sistem tersebut. Jadi, rasa saling percaya itu memang harus ada sebagai landasan atau titik tolak. Sistem nilai rasa saling percaya ini yang di manajemen Barat tidak dikenal karena pendekatan adminsitratif lebih dominan.
Rasa saling percaya tersebut kemudian akan memunculkan dan menumbuhkan employee satisfaction[1. Dalam sistem nilai Jawa dikenal "Rumongso Handarbeni artinya merasa memiliki, Melu Hangrungkebi artinya ikut menjaga, Mulat Sariro Hangroso Wani artinya pengendalian diri dan bertangungjawab"]. Selanjutnya, Pull System concept akan memungkinkan Konsumen atauCustomer terpenuhi kebutuhannya tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat kualitas. Bayangkan saja bagaimana jadinya bila morale karyawan rendah dan ketidakpuasan muncul dalam berbagai bentuk, dan kemudian itu sampai ke konsumen.
Jadi, Just In Time Production adalah bagian dari Toyota Production System. Menurut Toyota Production System, ada enam sistem penunjang TPS, yaitu:
- Pemahaman mengenai siapa konsumen
- Heijunka
- Pull System
- Continues Flow Processing
- Takt time
- Multiskilled Operators
Heijunka, yang secara ekonomi berarti menjaga agar kapasitas produksi terpakai stabil, mengubah paradigma proses produksi yang dipelajari dan dilihat baik oleh Kichiro Toyoda di Amerika dimana satu assembly line hanya untuk satu jenis produk. Heijunka membuat satu assembly line untuk beraneka produk sesuai dengan permintaan konsumen. Inilah tantangan yang sesusungguhnya untuk sistem perencanaan dan pengendalian produksi. Ide Taichi Onno akhirnya memecahkan tantangan tersebut dengan Pull System dan Kanban.
Pada dasarnya, fenomena tersebut tidak lepas dari budaya Nemawashi dan Rin-gi masyarakat Jepang seperti Iwan Setiawan Sadono[1. Iwan Setiawan Sadono, Konsensus, Budaya manajemen Jepang Membangun Produktivitas Kerja PT Elex Media Komputindo, 2004]. telah membahasnya. Sistem nilai tersebut yang melatarbelakangi mengapa fenomena yang terjadi praktis merombak cara pikir lama manajemen yang didominasi oleh literatur barat. Misal, Muda, Jidoka, Pull System, Heijunka, 5S, dll.
Ada dua fenomena menarik lain yang mungkin bisa menjelaskan mengapa Japanese Management Practices itu layak dan pantas untuk dilihat dan dikaji.
Hasilnya sungguh mencengangkan, yaitu luas wilayah bukan faktor penentu produktifitas suatu negara. Perbandingan antara peta asli dengan peta buatan Michael dan Ronald menjelaskan bagaimana Jepang yang nyaris tidak kelihatan dibanding benua Asia atau Amerika, namun menjadi luar biasa besar dalam peta baru berdasar proporsi antara nilai perdangangan luar negeri dengan luas wilayah negara, dan bahkan hampir seluas USA. Lihat pula Afrika yang menyusut luar biasa.
Sumber:
Toyota Motor Corp. The Toyota Production System, 1996, p 5. [↩]
Ibid. [↩]
Wilson, James M.Production & Inventory Management Journal; 1996 2nd Quarter, Vol. 37 Issue 2, p26-31, 6p [↩]
Ibid. p6 [↩]
Dawson, Chester, Blazing the Toyota Way, BusinessWeek; 5/24/2004 Issue 3884, p22-22, 1p, 2 bw [↩]
Toyota Motor Corporation, The Toyota Production System 1996, p 8 [↩]
Michel Kidron & Ronald Seagal, The New State of The World Atlas, Simon and Shuster New York, 1991, dalam Paul A. Samuelson & Wiliam D. Nordhaus, Economics, 15ed 1995, McGraw Hill [↩]
Russell & Taylor, Operations Management, 2d ed., Prentice Hall [↩]
Boulton R. William al.Chrisman J. James, The World Motorcycle Industry, Annual Report, NVT Group Accountant, BCG Tokyo [↩]
0 komentar:
Post a Comment