Sunday 27 February 2011

Line balancing

Dalam lingkungan perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi massal, peranan perencanaan produksi sangat penting, terutama dalam penugasan kerja pada lintas perakitan (assembly line). Pengaturan dan perencanaan yang tidak tepat mengakibatkan setiap stasiun kerja di lintas perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Akibat selanjutnya adalah terjadi penumpukan material di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya (Purnomo, 2004)

Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu atau unit produk yang dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Menurut Gaspersz (1998), dapat pula dikatakan bahwa line balancing sebagai suatu teknik untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu assembly line untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly line itu pada tingkat yang direncanakan

Menurut Purnomo (2004), asembly line merupakan bagian dari lini produksi yang berupa perakitan material dimana materialnya beragerak kontinyu dengan rata-rata laju kedatangan material berdistribusi seragam melewati stasiun kerja dan bertujuan merakit material menjadi sub asembly untuk kemudian menjadi sebuah produk jadi atau dengan pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Dalam lini perakitan terdapat dua masalah pokok yaitu penyeimbangan stasiun kerja dan penyeimbangan lini perakitan agar dapat beroperasi secara kontinyu.

Untuk memecahkan masalah di atas digunakanlah metode line balancing untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik dan mengurangi idlle time. Idle time itu sendiri adalah waktu dimana operator atau sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan.

Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan munculnya persoalan line balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process pada beberapa workstation. Menurut Gaspersz (1998), persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay).

Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:

1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap workstation sehingga setiap workstation selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottle neck. (bottle neck adalah suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi produksi.)

2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar dan berlangsung terus menerus.

3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.


Prosedur Line balancing

Prosedur line balancing bertujuan untuk meminimalkan harga balance delay dari lintasan untuk nilai waktu siklus yang ditetapkan. Jumlah ini diharapkan akan bisa pula meminimalkan jumlah stasiun kerja. Prosedur dasar yang dilaksanakan adalah dengan menambahkan elemen-elemen aktivitas dengan setiap stasiun kerja sampai jumlahnya mendekati sama, tetapi tidak melebihi harga waktu siklus. Biasanya akan dijumpai hambatan-hambatan dari elemen-elemen aktivitas yang ditempatkan dalam suatu stasiun kerja. Untuk itu yang terpenting ialah tetap memperhatikan “the precedence constsraint”. Precedence constraint (atau bisa diistilahkan dengan ketentuan hubungan suatu aktivitas untuk mendahului aktivitas lain) bisa digambarkan dalam bentuk ”precedence diagram”, dimana secara sederhana diagram ini akan bisa dimanfaatkan sebagai prosedur dasar untuk mengalokasikan elemen-elemen aktivitas (Sritomo, 2006).

Menurut Narsullah dan Suryadi (1996), prosedur dalam menganalisa suatu lintas produksi adalah sebagai berikut.

1. Penentuan jumlah stasiun kerja dan waktu pada stasiun-stasiun kerja tersebut.

2. Pengelompokkan operasi-operasi ke dalam stasiun kerja.

3. Evaluasi terhadap efisiensi lintasan setelah pengelompokkan.

Apabila waktu tersedia pada sebuah stasiun kerja melebihi kapasitas satu pekerja, maka ditambahkan operator atau robot pada stasiun kerja tersebut. Kunci bagi lintasan produksi yang efisien dan seimbang adalah pengelompokkan operasi sedemikian rupa sehingga waktu baku pada sebuah stasiun kerja sama atau sedikit di bawah waktu siklus (atau beberapa kali waktu siklus jika lebih dari satu pekerja dibituhkan pada satu stasiun kerja). Lintasan yang efisien berarti minimalnya waktu menganggur. Efisiensi lintasan dapat dihitung sebagai berikut:


Metode Penyeimbangan Line balancing

Menurut Purnomo (2004), penyeimbangan lini perakitan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, antara lain:

1. Metode Kilbridge-Wester Heuristic.

2. Metode Helgeson-Birnie.

3. Metode Moodie Young.

4. Metode Immediate Updater First-Fit Heuristic.

5. Metode Rank and Assign Heuristic.

Dari kelima metode tersebut yang paling sering digunakan adalah metode kilbridge-Wester Heuristic, Moodie-Young, dan Helgenson-Birnie.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Aries Blog | Designed With By Blogger Templates
Scroll To Top