Bandung, Bandung, Bandung Nelah Kota Kembang
Bandung, Bandung, Sasakala Sangkuriang
Dilingkung Gunung, Heurin Ku Tangtung, Puseur Kota Nu Mulya Parahyangan
Bandung, Bandung, Pangbeubeurah Nu Nandang Muyung
Sepenggal bait lagu diatas sesaat membawa kita berkelana ke Kota Bandung dengan segala daya tariknya. Sejak jaman Kolonial Belanda, Bandung kerap diasosiasikan dengan daerah tujuan pelesiran. Waktu dan Jaman boleh berganti, namun pesona Bandung bagi banyak orang tetap memikat dan mengundang mereka untuk selalu kembali ke Bandung. Ketika banyak orang berduyun-duyun ke Bandung, terutama di akhir pekan, mungkin hanya sedikit yang tahu arti sesungguhnya Kota “Bandung”. Bandung yang saat ini sangat lekat di pikiran semua orang mungkin imagenya sudah sangat jauh dari sejarah arti sesungguhnya. Bandung yang lekat di masyarakat kebanyakan mungkin hanya Kota Kembang, Kota Tekstil, Kota Panganan dan oleh-oleh dan tak ketinggalan, image yang sangat kuat dimulai di era 90’an, Kota Factory Outlet.
Sejarah penamaan Kota Bandung sendiri memiliki beberapa versi. Namun versi yang paling sering muncul, kata Bandung berasal dari kata Bendung. Hal ini dikarenakan pada jaman Pra-sejarah, lokasi yang sekarang menjadi Kota Bandung merupakan danau besar yang terbentuk oleh terbendungnya aliran sungai Citarum setelah meletusnya Gunung Sunda Purba pada sekitar 20 juta tahun yang lalu. Di era modern pun akhirnya diketahui kontur kota Bandung yang layaknya seperti mangkok, yang belakangan diberi istilah Cekungan Bandung yang menguatkan sejarah kota Bandung yang dahulunya berupa danau yang sangat besar.
Bandung Pra-Sejarah
Bayangkanlah oleh anda, bahwa anda hidup dikedalaman 20-60 meter dibawah sebuah danau yang luasnya terentang antara Cicalengka hingga Rajamandala dan antara Dago hingga Majalaya. Inilah yang terjadi bila kita hidup dikawasan Bandung 20 juta tahun yang lalu. Bandung yang saat ini hiruk-pikuk oleh lautan manusia (bahkan Cicadas merupakan wilayah terpadat di dunia dengan tingkat populasi 13 ribu jiwa/km), dahulu kala hanya dihuni oleh mahluk-mahluk air. Terbentuknya Danau Bandung Purba oleh para karuhun kita didokumentasikan melalui sebuah dongeng yang diceritakan secara turun-temurun yang kini kita mengenalnya sebagai legenda Sasakala Sangkuriang. Van Bammel, seorang ahli geologi Belanda sangat terpesona oleh dongeng ini, karena dongeng ini memberikan gambaran yang gamblang mengenai asal mula terbentuknya Danau Bandung. Menurut penelitiannya, Danau Bandung terbentuk akibat terbendungnya aliran sungai Citarum oleh lava gunung Tangkubanparahu saat gunung itu meletus dengan dahsyat. Akan tetapi saat ini banyak yang mempercayai bahwa gunung yang meletus pada masa itu ialah Gunung Sunda Purba yang akhirnya runtuh dan membentuk Kaldera (kawah besar) yang ditengahnya kemudian lahir gunung Tangkuban Parahu. Sebenarnya jauh sebelum Gunung Sunda Purba meletus, Cekungan Bandung telah digenangi oleh air, tapi letusan gunung ini membuat pembentukan danau ini semakin sempurna. Sekitar 16 ribu tahun silam Danau Bandung akhirnya bobol. Tempat bobolnya danau ini menurut versi terkini ialah didaerah Pasir Kiara (Rajamandala selatan) dan di Curug Jompong (Dayeuh Kolot)
Pada saat kawasan Bandung masih berupa danau, para karuhun urang Sunda sudah menghuni dataran tinggi disekitar danau, ini terbukti dengan ditemukannya fosil tulang-belulang manusia purba di Goa Pawon yang terletak di Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Padalarang, Kabupaten Bandung. Bukti mengenai keberadaan manusia sejak jaman Pra-Sejarah yang menghuni kawasan Bandung ditemukan pula di daerah Dago Pakar, disana ditemukan situs pecahan batu obsidian yang telah dibentuk menjadi alat-alat perkakas, mata panah dan tombak. Konon kata Pakar sendiri berarti Pakarang yang berarti alat/perkakas dalam bahasa sunda.
Berdirinya Kota Bandung
Pada masa kerajaan Padjadjaran, wilayah kota Bandung dikenal dengan nama “Tatar Ukur” yang wilayahnya mencakup sebagian besar wilayah Jawa Barat. Setelah kerajaan Padjadjaran runtuh, Tatar Ukur berada dibawah kekuasaan kerajaan Sumedang Larang yang diperintah oleh Prabu Geusan Ulun. Pada tahun 1620 wilayah ini kemudian dikuasai oleh kerajaan Mataram dibawah Sultan Agung.
Pada tanggal 20 april 1641, berdasarkan Piagam Sultan Agung dibentuklah kabupaten Bandung dan beribukota di Krapyak (Dayeuh Kolot), yang menjadi bupati pertamanya adalah Tumenggung Wiraangunangun. Pengaruh kerajaan Mataram atas kabupaten Bandung berakhir pada tahun 1677 setelah Kompeni (VOC) menguasainya, kemudian kekuasaan VOC pun digantikan oleh Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda dengan Gubernur Jenderalnya yang pertama yaitu Herman Willem Daendels (1808-1811). Dikarenakan daerah Karapyak sering banjir akibat meluapnya sungai Citarum, Bupati Bandung Wiranatakusumah II akhirnya memindahkan ibukota kabupaten bandung ke daerah Bandung utara.
Ketika Daendels meresmikan pembangunan jembatan Cikapundung di Jl. Asia afrika sekarang, Bupati Bandung pun berada di sana. Daendels beserta Bupati berjalan ke arah timur sampai disuatu tempat (depan kantor Dinas P.U Jl. AA sekarang). Di tempat itu Daendels menancapkan tongkatnya sambil berkata:”Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun ). Kini ditempat Daendles menancapkan tongkatnya berdiri tugu Km 0, yang menjadi tanda pusat kota Bandung.
Tahun 1906 kota Bandung sebagai ibukota Kabupaten Bandung berubah statusnya menjadi Gemeente (kotapraja) yang berpemerintahan otonom. Maka sejak itu pemerintahan Kabupaten Bandung terpisah dengan pemerintahan Gemeente Bandung (Kotapraja Bandung). Ketetapan itu semakin memperkuat fungsi Kota bandung sebagai pusat pemerintahan, terutama pemerintahan kolonial Belanda di Kota Bandung. Semula Gemeente Bandung dipimpin oleh Asisten Residen Priangan selaku Ketua Dewan Kota, tetapi sejak tahun 1933 Gemeente dipimpin oleh burgemeester (walikota).
Bandung Tempo Doeloe
Pada mulanya Pemerintah Kolonial Belanda akan menjadikan kota Bandung sebagai kota peristirahatan, sehingga dibangunlah taman-taman kota di wilayah ini. Bahkan kemudian pemerintah kolonial pun berniat untuk menjadikan Bandung sebagai ibukota Hindia Belanda dengan alasan pertahanan. Hal ini dapat dilihat dengan dibentuknya Cimahi sebagai kota Garnisun, dipindahkannya pabrik senjata dan mesiu dari Jawa Timur ke Bandung (yang kini menjadi Pindad), dibangunnya kawasan Braga menjadi jalan perbelanjaan Bangsa Eropa nomor satu diseluruh Hindia Belanda (de meest europeesche winkel straat van Indie) , dan dibangunnya Gedung Sate sebagai pusat pemerintahan yang erat kaitannya dengan rencana Gubernur Jenderal J. P. Van Limburg Stirum untuk melaksanakan usul H. F. Tillema, seorang ahli Kesehatan Lingkungan dari Semarang, agar Ibukota Nusantara dalam hal ini Hindia Belanda dipindahkan dari Batavia atau Jakarta ke Kota Bandung didasarkan pada pertimbangan iklim yang cocok karena Kota Bandung begitu sejuknya ditambah pemandangan alam yang indah.
Pada tahun 1930 terjadi sebuah peristiwa penting di kota Bandung, Soekarno membacakan pembelaannya (pledoi) didepan hakim di Pengadilan Landraad Bandoeng. Saat itu Soekarno dituduh melakukan pemberontakan kepada Pemerintahan Belanda. Pidato yang berapi-api itu kemudian dikenal dengan nama Indonesia Menggugat. Banyak kalangan berpendapat bahwa Indonesia Menggugat di Pengadilan Landraad Bandoeng berada dalam satu rangkaian dalam proses Indonesia merdeka yang dikristalisasikan pada 17 Agustus 15 tahun kemudian. Indonesia Menggugat juga menjadi salah satu tonggak bangkitnya semangat bangsa Indonesia di tengah kesemena-menaan yang dilakukan Belanda selama ratusan tahun lamanya. Gedung Pengadilan Landraad kini diberi nama Gedung Indonesia Menggugat.
Sejarah penuh liku yang dialami kota Bandung terus berlanjut. Pada tahun 1946 kota Bandung yang dijuluki Parijs van Java ini pernah mengalami pembumi-hangusan. Peristiwa ini dikenal dengan Peristiwa Bandung Lautan Api. Tentara Republik Indonesia dan rakyat Bandung mendapat ultimatum untuk meninggalkan kotanya setelah Perjanjian Renville memutuskan bahwa Belanda menguasai wilayah Jawa Barat. Rakyat yang tidak rela meninggalkan kota ini secara utuh untuk dimanfaatkan oleh musuh, kemudian melakukan aksi bumi hangus yang meluluh-lantakkan kota Bandung. Kobaran api sepanjang 12 km dari timur ke barat Bandung membara bak lautan api dan memerahkan langit. Ini merupakan upacara pengunduran diri TRI dan rakyat Bandung. Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam lagu “Halo-halo Bandung” dan kini didaerah Tegalega berdiri monumen Bandung Lautan Api setinggi 5,4 m.
Mengenang sejarah Kota Bandung memberikan kita gambaran betapa kota ini telah melewati berbagai peristiwa sejarah tentang peradaban manusia dari masa ke masa. hal ini membuat Bandung menjadi sebuah kota yang unik dan layak untuk dijadikan sebuah kota tujuan wisata. Mengingat sejarah panjang kota ini, maka tidak berlebihan jika KOta Bandung mendapat julukan Kota Sejarah.
Sumber: Dari berbagai sumber
0 komentar:
Post a Comment